Krasak-Krusuk di Balik Bangku - Sekepa

Rabu, 23 Oktober 2024

Krasak-Krusuk di Balik Bangku

 

Tiada hari tanpa pagi, kedua katup yang tertutup dimalam hari mulai kubuka perlahan dimana cahaya membuat perih  retinaku yang baru bersiap menatap dunia.  Setiap individu punya tugas masing-masing dalam mengarungi samudera  kehidupan ini, akupun lekas bergegas dan bersiap menunaikan tugas sebagai pencerdas generasi penerus bangsa ini.

Seperti biasanya untuk menjalankan tugas ini, aku senantiasa bertemu dan berinteraksi dengan serdadu penuntut ilmu di dalam ruangan beraroma kayu dan buku. Dengan pemandangan papan bertuliskan angka dan huruf, entah kenapa hari ini sedikit berbeda dari biasanya.

 Satu kata hari ini keluar dari mulutku, “ Siapa yang maju duluan?”

 Ruangan ini seketika berubah menjadi jeruji besi satu pintu. Dimana setiap tahanan ketakutan dengan wajah tertunduk seolah awan hitam sedang berwisata di kepala serdaduku. Sejenak, aku jadi berfikir apakah topik makanan khas dengan tema peternakan dan pertanian  ini terlalu sulit bagi mereka? Aku mulai memutar otak menemukan cara agar keheningan ruangan jeruji besi satu pintu bisa terpecahkan.

 “Baik, Ibu sudah cukup sabar menunggu tanpa jawaban ya,” tanganku perlahan meraih lembar absen siswa.

Krasak krusuk mulai terdengar di balik bangku. Beberapa nama yang kupanggil selalu berbalas dengan gelengan dan gaya malu-malu. Ternyata pengetahuan saja tak cukup  untuk mercerdaskan kehidupan bangsa ini. Mereka tidak menyampaikan hal yang salah, namun kenapa mereka harus malu dan ketakutan. Tidak ada gunanya pengetahuan jika dibungkam dengan ketakutan pikirku. Apa gerangan yang terjadi dengan mereka? Sepuluh menit penantianku dengan pemandangan awan hitam tertunduk menghadap bumi akhirnya terkuak oleh  satu siswaku yang  melangkah kedepan.

“Saya coba, Bu !” ucapnya dengan mantap. Ya, ia Syifa siswa andalanku di kelas ini.

Tiba-tiba keheningan berubah menjadi suara komentator dengan sengit menertawakan Syifa yang telah memberanikan diri. Tersentak, akhirnya aku sadar inilah sebabnya para siswa lain malu untuk melangkah maju. Sambil beristiqfar, kuhembuskan nafas pelan-pelan.

Setelah siswa tadi tampil, Ku berkata “ Kita beri applause  untuk teman kita yang tampil”.

Sambil bersorak mereka memberi applause untuk temannya.

“Ini Buk sebabnya, kenapa kami malas tampil. Teman-teman di kelas ini banyak yang suka mencemooh Buk,” kata mereka.

Aku segera menangkap benang merah yang terjadi di kelas ini. Marah bukan cara yang bijaksana pikirku, walaupun di awal tadi aku hampir tersulut emosi.

“Oke, baiklah Ananda semuanya sebelum kita lanjutkan, maukah kalian semua mendengar kisah ibuk?” kataku.

Wajah serdaduku serentak berubah sumringah.

“Mau Buk,” jawab mereka serempak. Seketika kabut yang menggelayuti wajah mereka seakan sirna.

“Pernah dengar cerita Si Kodok Budek? tanyaku.

Mereka sangat antusias.

“Belum Buk,” jawab mereka kompak.

Ini saat yang tepat buatku berbagi kisah inspirasi dengan mereka yang kuanggap serdadu yang siap melesat kapan saja. Maka mengalirlah ceritaku tentang seekor kodok yang budek. Ceritanya bermula, suatu hari kodok ini jatuh ke dalam lubang yang sangat dalam. Si kodok putus asa karena lubangnya sangat dalam, namun tiba-tiba si kodok melihat kerumunan teman-temannya bersorak menyemangatinya untuk bangkit. Secercah harapan itu muncul, si kodok berusaha melompat. Setiap kali terjatuh semakin riuh terdengar olehnya suara teman-temannya menyemangatinya. Dia terus berusaha dan berusaha hingga akhirnya si kodok tadi berhasil keluar dari lubang. Teman-teman si kodok melongo seakan tidak percaya.

“Bagaimana bisa si kodok ini bisa berhasil keluar lubang?” tanya kodok yang lain heran.

“Padahal kita tadi sudah mengatakan ia tidak akan berhasil,” lanjut kodok yang lainnya.

Mereka semua sudah menyoraki kodok ini untuk berhenti.

“Hei hentikan usahamu itu, tak akan mungkin berhasil sudah banyak yang mencoba tetapi tak ada satupun yang berhasil, “ sorak mereka.

Namun riuh suara sorakan teman-temannya disangka pemberian semangat oleh si kodok.

“Tahukah kalian apa penyebabnya?” tanyaku pada mereka.

“Ternyata si kodok budek,” lanjutku.

“Ia tidak mendengar, ia menyangka bahwa teman-temannya menyorakinya untuk segera keluar,” ujarku.

Serentak semua siswaku tertawa.

 “Untung kodoknya budek  ya Buk,” kata mereka sambil tertawa.

“Ya, terkadang dalam hidup ini  sekali-kali perlu menjadi budeg agar kita tidak terpengaruh dengan cemoohan orang lain. Tapi bukan budek ketika dinasehati ya,” lanjut saya.

“Memang dalam hidup ini, kita tidak akan terlepas dari komentar orang lain. Apakah itu komentar positif ataupun komentar negatif. Apakah dengan komentar tadi kita akan menjadi lemah? Atau surut kebelakang? Tentu tidak bukan. Terkadang cemoohan itulah nantinya yang akan jadi batu loncatan untuk sukses kita kedepannya. Sebagai ajang pembuktian bahwa semua orang berhak untuk sukses,” ujarku.

Setelah mendengar cerita tadi, kembali mereka antusias mempresentasikan tugasnya ke depan. Alhamdulillah kami sama-sama mendapatkan pembelajaran berharga hari ini. Inilah titik balikku dalam mengajar. Terimakasih serdadu kecilku, kalian guru terbaikku kelas IX E.

 

Ditulis oleh : Riza Eka Putri, S.Pd. Guru UPTD SMPN 1 Kecamatan Payakumbuh                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar